Diskusi adalah pertukaran pengetahuan, sedangkan perdebatan adalah saling menukar kedunguan

Tentang Saya

Tempat Belanja Online

Tempat Belanja Online
Toko online biasa tapi bukan barang-barang biasa-biasa

JANGAN LUPA WAKTU

Balada Anak Kompleks Pelacuran di India ke Hidup Nan Permai di Amerika

Senin, 08 Februari 2010










Lahir di sebuah kompleks pelacuran di kota Kalkuta India, hidup Avijit Halder mengalami perubahan dramatis. Pemuda berusia 20 tahun ini sekarang sedang menempuh pendidikan universitas untuk meraih gelar sarjana dari salah satu sekolah film terkenal di Amerika Serikat.

Semua ini bermula dari film dokumenter Born into Brothels atau terlahir di kompleks pelacuran, film yang mengangkat kehidupan anak-anak para pekerja seks India yang memenangkan piala Oscar. Avijit Halder adalah satu dari delapan anak dari pekerja seks yang diangkat dalam film produksi tahun 1999 oleh dua sutradara Amerika, Zana Briski dan Ross Kauffman.

Anak-anak dengan Kamera
Sebagai bagian dari film dokumenter ini, anak-anak itu diajar bagaimana membidik foto untuk mendokumentasikan kehidupan mereka dan daerah sekitar Sonagachi, daerah lampu merah di kota Kalkuta.

Tujuannya adalah untuk memperlihatkan bagaimana seni bisa mengubah kehidupan mereka. "Ketika film Born into Brothels dibuat, kami tidak sadar apa yang sedang terjadi. Kami tidak paham makna film dokumenter saat itu. Kami tahunya hanya film-film Hollywood," kata Avijit.

Kedua sutradara film dokumenter ini mendirikan yayasan amal bernama Kids with Camera atau Anak-anak dengan kamera. Lembaga amal ini membantu kedelapan anak-anak yang diangkat dalam film ini untuk mendapatkan pendidikan.

Selain belajar secara resmi, anak-anak ini juga didorong untuk mengembangkan kegemaran mereka pada fotografi. Foto-foto mereka mendapat banyak perhatian dan foto-foto itu juga dipamerkan di Kalkuta dan New York.

Avijit adalah bintang dari pameran-pameran itu dan dia langsung diundang untuk ikut dalam kontes fotografer berbakat di Amsterdam, Belanda. Pada saat itu dia sudah merasakan sedikit apa yang sudah menantinya.

"Saya sangat bangga dengan Avijit. Prestasinya sangat luar biasa, mengingat dari mana dia berasal. Dia seperti layaknya anak-anak lain. Dia selalu membantu anak-anak lain dan membantu kami juga mengumpulkan uang untuk membantu anak-anak lain," kata Kauffman.

Perjalanan Avijit dari kawasan pelacuran di Kalkuta ke New York memang merupakan cerita yang menyentuh hati. Avijit mengatakan Born into Brothels memang mengubah hidupnya. Dia menonton film dokumenter ini pertama kali pada tahun 2005 setelah film ini meraih Oscar.

"Itu adalah hari yang tak terlupakan dalam hidup saya. Pada saat itu untuk pertama kalinya saya sadar bahwa saya punya suara dan orang ingin mengetahui cerita hidup saya. Pada saat itu saya sudah belajar berbicara bahasa Inggris dan sudah bersekolah sekitar 5 tahunan. Saya pikir ceritanya cukup memberikan ilham," kenang Avijit.

Perubahan
Jadi ketika dia dapat kesempatan untuk belajar di Amerika, dia langsung menyambarnya. Dia melamar sendiri ke sekolah-sekolah di Amerika dan akhirnya dia diterima. Anak laki-laki berbakat dari kompleks pelacuran Sonagachi berangkat ke Amerika tahun 2005.

Lembaga Kids with Cameras membiayai kuliahnya di sebuah sekolah di New Hampshire. Bagi Avijit, pemandangan yang permai jelas merupakan perubahan yang sangat drastis dari Kalkuta yang hiruk pikuk.

Tetapi dalam waktu beberapa bulan, Avijit dengan mudah menyesuaikan diri dengan gaya hidup yang baru. Dia bahkan belajar ski dalam proses menjalani gaya hidup yang baru.

Pada tahun 2007, dia memutuskan untuk mengambil pembuatan film sebagai karir sementara mengikuti seminar di New York University. "Pembuatan film menyenangkan, saya senang," kata dia.

Menurut Avijit, para profesornya menghargai karya dia dan memberi dia rasa percaya diri.Tetapi dia tidak yakin apakah dia akan diterima untuk kuliah dan darimana biaya kuliah yang sangat mahal bisa didapat.

Dengan bantuan keuangan dari Kids with Camera dan bantuan dari New York University, Avijit sekarang menempuh pendidikan gelar sarjana di Kanbar Institute of Film and Television. "Saya sangat beruntung bisa masuk sekolah ini dan saya tidak menganggap itu sebagai hal yang lumrah. Dan karena itulah saya kerja keras," kata Avijit.

Richard Litvin, salah satu pengajar yang mendidik Avijit dan seperti banyak orang lainnya, dia sangat terkesan dengan latar belakang anak didiknya. "Ketika Avijit mengikuti kelas selama musim panas, rasa ingin tahunya sangat tinggi. Saya jadi mengenal dia.

Belakangan, kata Richard, dia datang ke New York University untuk kuliah film, dia ada di kelas saya. "Saya kira dia ada individu yang memiliki dimensi dan segi yang beraneka. Saya bisa melihat dia berkembang dalam berbagai situasi."

Gaya Hidup Baru
Walaupun punya banyak keterbatasan, Avijit yang ambisius dengan cepat belajar membuat film dan gaya hidup Amerika. Di sekolah, dia merasa harus diperlakukan sama halnya dengan mahasiswa-mahasiswa lain di kampus.

Dia sedang membuat buku berisi kumpulan foto-foto bidikannya di India dan Amerika dan saat ini Avijit juga belajar bahasa Spanyol dan Prancis. Avijit bekerja paruh waktu untuk menabung uang untuk mengunjungi keluarganya di India. Nenek Avijit tidak paham apa yang dilakukan cucunya di Amerika, sementara ayahnya sedang menjalani rehabilitasi dari kecanduan.

Tidak semua anak-anak yang diangkat dalam film dokumenter Born into Brothels beruntung seperti dia. Salah satu dari anak perempuan dalam film itu yang namanya dirahasiakan untuk melindungi identitasnya, kembali ke pelacuran di Sonagachi.

Sutradara film ini, Kauffman mengatakan dia berusaha membujuk anak perempuan itu agar membatalkan niatnya tapi gagal. "Kami hanya bisa mencoba semampunya. Saya coba berkali-kali berbicara dengan dia dan keluarganya. Tetapi akhirnya dia menjadi seorang pelacur. Sangat menyedihkan," kata Kauffman.

Tetapi yayasan itu membantu anak-anak lain, baru-baru ini membiayai seorang anak perempuan bernama Kochi untuk menempuh pendidikan di Amerika. Lembaga amal ini juga membuka sebuah sekolah di Calcutta bernama Hope House atau rumah harapan, bekerjasama dengan Buntain Foundation. Sekitar 250 anak mendapatkan pendidikan dan pelatihan untuk berbagai ketrampilan.

Sementara bagi Avijit, dia berencana membuat film tentang anak perempuan yang setelah dewasa kembali ke prostitusi. Walaupun menyadari pentingnya pendidikan yang didapatnya di Amerika, Avijit mengatakan betapa enaknya jika dia tidak harus meninggalkan kampung halamannya. "Andainya saja New York itu Kalkuta, saya kan jadi tetapi bisa di kota kediaman saya," kata Avijit.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails
banner125125 d'famous_125x125
 

Followers